Kita memiliki karena tanpa milik kita tidak ada.
Ada banyak
macam milik dan bervariasi.
Orang yang tidak mempunyai harta benda
duniawi mungkin melekat pada pengetahuan, pada gagasan; orang lain
mungkin melekat pada kebajikan, yang lain lagi melekat pada pengalaman,
yang lain lagi pada nama dan kemasyhuran, dan seterusnya.
Tanpa milik,
sang ‘aku’ tidak ada; sang ‘aku’ adalah milik,
perabotan, kebajikan, nama.
Dalam ketakutannya terhadap ketiadaan,
batin melekat pada nama, pada perabot, pada nilai; dan ia akan
melepaskan ini agar dapat naik ke tingkat yang lebih tinggi; makin
tinggi tingkatannya makin memuaskan, makin abadi.
Ketakutan terhadap
ketidakpastian, terhadap ketiadaan, menyebabkan kelekatan, kepemilikan.
Bila kepemilikan tidak memuaskan atau menyakitkan, kita melepaskannya
dan menggantikannya dengan kelekatan yang lebih menyenangkan.
Kepemilikan yang paling memuaskan adalah kata “Tuhan”, atau
penggantinya, “Negara”.
---
Selama Anda tidak mau menjadi bukan apa-apa, yang memang itu
faktanya diri Anda, mau tidak mau Anda akan menghasilkan penderitaan
dan antagonisme.
Kesediaan untuk menjadi bukan apa-apa bukanlah masalah
pelepasan, pemaksaan, lahiriah atau batiniah, melainkan adalah melihat
kebenaran apa adanya.
Melihat kebenaran apa adanya membawa kebebasan
dari ketakutan terhadap rasa tidak aman, ketakutan yang menghasilkan
kelekatan dan membawa pada ilusi ketakterikatan, pelepasan.
Cinta
kepada apa adanya adalah awal dari kearifan.
Hanya cintalah yang
berbagi, hanya dialah yang mampu menyatu; tetapi pelepasan dan
pengorbanan-diri adalah jalan isolasi dan ilusi.
THE BOOK OF LIFE (06/03)
Jiddu Krishnamurti